· Apabila subsistem usahatani dikembangkan, akan membentuk sebuah sistem agribisnis. Dimana subsistem usahatani mempunyai keterkaitan erat ke belakang (backward linkage) berupa peningkatan kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, dan kaitan ke depan (forward linkage) peningkatan kegiatan pasca panen (pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan olahannya).
· Jika subsistem usahatani digambarkan sebagai proses menghasilkan produk-produk pertanian di tingkat primer (biji, buah, daun, telur, susu, produk perikanan, dan lain-lain), maka kaitannya dengan industri berlangsung ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage).
· Kaitan ke belakang berlangsung karena usahatani memerlukan input seperti bibit dan benih berkualitas, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat dan mesin pertanian, modal, teknologi, serta manajemen. Sedangkan keterkaitan erat ke depan dapat diartikan bahwa suatu industri muncul karena mempergunakan hasil produksi budidaya/usahatani
· Kaitan ke depan berlangsung karena produk pertanian mempunyai berbagai karakteristik yang berbeda dengan produk industri, antara lain misalnya: musiman, tergantung pada cuaca, membutuhkan ruangan yang besar untuk menyimpannya (Bulky / voluminous), tidak tahan lama/mudah rusak (perishable), harga fluktuatif,
· serta adanya kebutuhan dan tuntutan konsumen yang tidak hanya membeli produknya saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut produk) bila pendapatan meningkat. Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga agroindustri Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down stream).
· Kaitan-kaitan ini mengundang para pelaku agribisnis untuk melakukan kegiatannya dengan berpedoman pada “4-Tepat” (yaitu: tepat waktu, tempat, kualitas, dan kuantitas), atau dengan istilah lain yaitu “3 Tas” (yaitu: kualitas, kuantitas, dan kontinuitas). Kehadiran dan peranan lembaga-lembaga penunjang sangat dibutuhkan dalam hal ini.
Sumber
•
Departemen
Pertanian. 2001. Pembangunan Sistem agribisnis Sebagai Penggerak Ekonomi
Nasional. Edisi Pertama. Jakarta.
•
Downey,
W.D., dan S.P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Ed. Ke-2, Cet.
Ke-3. R. Ganda.S. dan A. Sirait, Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan
dari: Agribusiness Management
•
Firdaus,
Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara.
•
Gumbira-Sa’id,
E. dan A. Haritz Intan. 2004. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
ternak jangkrik dan budidaya jangkrik
ReplyDelete