Oleh : Teguh Susilo, S.Pt, M.Si Selaku Dosen STPP Magelang Jurusan Penyuluhan Pertanian
I. KOMUNIKASI
Istilah “komunikasi” sangat populer dalam masyarakat atau merupakan istilah yang sangat memasyarakat. Hampir dalam segala lapisan masyarakat menggunakan istilah ini, serta mengadakan komunikasi dengan maksud tertentu. Pemahaman makna istilah komunikasi masih mengarah pada keberagaman persepsi dan kalau kurang hati-hati, dapat terjadi pemakaian istilah yang sama namun mengacu pada hal yang berlainan.
1.1. Makna Komunikasi
Batasan dan formulasi “komunikasi” berbeda-beda, namun sebenarnya mengandung inti makna yang sama. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator melalui media kepada komunikan yang menimbulkan efek tertentu. Dari batasan tersebut nampak bahwa dalam komunikasi ditemukan 5 unsur, yaitu:
1. Komunikator yakni pengirim pesan atau berita.
2. Pesan yakni berita yang disampaikan.
3. Media yakni alat yang dipakai dalam penyampaian berita/pesan.
4. Komunikan yakni orang yang berfungsi sebagai penerima pesan.
5. Efek yakni dampak atau pengaruh pesan yang disampaikan.
Kajian ilmiah terhadap komunikasi cenderung mengkonsentrasikan diri pada satu atau beberapa unsur yang ada :
a. Jika menekankan pada unsur komunikator yakni mengkaji faktor yang memprakarsai dan memimpin aktivitas komunikasi, dikategorikan sebagai analis pengawasan atau controll analysis.
b. Mereka yang menekankan diri pada unsur pesan, dikategorikan sebagai pengikut aliran analisis pesan atau content analysis.
c. Jika menekankan analisis pada media atau saluran komunikasi, dikategorikan sebagai analisis media atau media analysis.
d. Kalau menekankan pada unsur komunikan atau sasaran media, dikategorikan sebagai analisis khalayak atau audience analysis.
e. Kalau yang diutamakan adalah efek atau dampak komunikasi, dikategori- kan sebagai analisis dampak atau effect analysis.
2.2. Proses komunikasi
Secara etimologi, kata “komunikasi” berasal dari bahasa latin “communikatio” yang berarti “kesamaan makna”. Kesamaan makna atau komunikasi baru terjadi jika ditemukan atau ada kesamaan makna tentang aspek yang dipercakapkan, berarti aspek penting dalam komunikasi adalah kesamaan makna bukan kesamaan bahasa, sebab kesamaan bahasa belum tentu menjamin kesamaan makna. Kalau ada dua pihak yang mengadakan percakapan atau dialog yang didasari kesamaan makna maka barulah disebut ada atau terjadi komunikasi yang efektif atau komunikatif. Dalam konteks ini, komunikasi disebut efektif dan komunikatif jika mengandung unsur informatif yakni agar orang lain mengerti, serta persuasif agar orang lain bersedia menerima pesan dan melakukan sesuatu yang diharapkan. Dalam rangka mencapai kesamaan makna tersebut komunikator pada taraf awal perlu melakukan "encode" atau menyandi pesannya dalam formulasi tertentu sehingga dengan menggunakan suatu lambang tertentu pesan dapat disampaikan kepada komunikan. Ide yang ada dalam otak komunikator (picture in our head) perlu disandi lebih dulu dengan lambang yang dapat dimengerti komunikan. Komunikan kemudian menafsir / menginterpretasikan atau men-dekode pesan ke dalam pengertiannya sendiri. Komunikator dinamakan “encoder” sedang komunikan disebut “decoder”.
Proses “encode dan decode” dapat berlangsung selaras kalau pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan pengalaman dan pengertian (kerangka acuan) komunikan. Karenanya unsur vital dalam komunikasi adalah perlu membina dan membentuk kesamaan kerangka acuan antara komunikator dengan komunikan. Kalau kerangka acuan mereka berbeda, proses komunikasi akan terganggu, akan terjadi pemahaman dan arah pemikiran yang berlainan atau malah mungkin bertentangan. Jika terjadi situasi demikian maka yang terjadi adalah “mis-komunikasi”.
2.3. Bentuk dan Model Komunikasi
Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikan, komunikasi diklasifikasikan menjadi:
1. Komunikasi antar pribadi sering juga disebut Diadic communication.
Merupakan komunikasi antar dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini dapat berlangsung secara bertatapan muka atau memakai media seperti telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi adalah sifatnya dua arah atau timbal balik (two ways traffic communication). Dalam komunikasi jenis ini, komunikan dan komunikator saling berganti fungsi, walau demikian tetap ada komunikator utama yakni orang yang memulai komunikasi. Jika dikaitkan dengan perubahan sikap, komunikasi antar pribadi ini cukup effektif, sebab umpan balik dapat secara verbal atau nonverbal, sehingga komunikator dapat segera menentukan sikap.
Ukuran efektivitas komunikasi antar pribadi adalah upaya ketepatan yang paling tinggi atau paling besar derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap situasi komunikasi. Kesepakatan seperti ini dicapai mengingat ketepatan total (100%) antara komunikator dan komunikan hampir tidak mungkin, mengingat setiap orang mempunyai kerangka acuan sendiri yang spesifik. Proses terjadinya kesamaan dan perbedaan antara komunikator dan komunikan merupakan akibat dari faktor Homophily dari HETEROPHILY:
a. Homophily menunjukkan adanya kesamaan sifat dalam arti luas di antara pasangan yang berinteraksi. Kesamaan ini mencakup nilai, kepercayaan, ideologi, status dan sebagainya. Homophily berasal dari bahasa Yunani HOMOIOS yang berarti sama. Secara harfiah homophily berarti komunikasi dengan orang yang sama. Komunikasi yang didasarkan homophily akan sangat efektif, sebab bertitik tolak dari persamaan pemahaman.
b. Heterophily mengacu pada perbedaan sifat dari pasangan yang berinteraksi. Perbedaan sifat mengakibatkan perbedaan persepsi dan pemahaman, sebingga sering menjurus pada komunikasi yang tidak efektif. Diakui bahwa setiap orang pasti mempunyai sifat tertentu yang berbeda dengan orang lain, namun bukan berarti tidak mungkin mengadakan komunikasi yang effektif dengan orang lain, atau menjadi penghalang mengadakan komunikasi yang effektif. Dalam situasi heterophily, komunikasi yang effektif masih mungkin berlangsung asal setiap pihak bersedia bersikap emphati, yakni kemampuan dan kemauan seseorang untuk memproyeksikan diri menjadi orang lain.
2. Komunikasi kelompok.
Merupakan komunikasi antar seorang komunikator dengan sejumlah orang komunikan yang berkumpul bersama dalam satu situasi. Disebut kelompok kalau ada rasa persatuan secara psikologis. Kelompok dapat berukuran banyak namun dapat juga berukuran kecil. Berapa jumlah orang yang dijadikan sebagai ukuran sukar dinyatakan secara pasti, tergantung pada sifat dan maksud komunikasi. Dalam artian tertentu, komunikasi dengan kelompok kecil cukup efektif, sebab komunikator dapat segera mengetahui reaksi komunikan. Dalam kelompok besar seperti rapat raksasa, kontak pribadi antara komunikator dengan komunikan sangat kecil dan reaksi yang diajukan lebih sering bersifat emosional. Biasanya ditemukan infectious exallation atau penularan semangat yang menyala-nyala, sejenis histeria massa, yang sangat mempengaruhi pikiran dan tindakan semua anggota kelompok.
2.4. Strategi Komunikasi
Istilah “strategi” berasal dari bahasa Yunani yakni “stratos” (pasukan) dan “agien” (memimpin). Sehingga secara etimologi “strategi” bermakna sebagai “hal memimpin pasukan”.
Pengertian “strategi” telah berkembang dalam berbagai bidang ilmu dan dimaksudkan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan cara dan upaya mendaya-gunakan sumberdaya untuk mencapai tujuan secara optimal.
Dalam hal komunikasi, penggunaan “strategi” semakin hari semakin populer, mengingat berhasil tidaknya komunikasi sangat ditentukan oleh strategi komunikasi yang dipakai. Strategi komunikasi saat ini dimaksudkan selain sebagai upaya merancang jalan yang hendak ditempuh juga mencakup taktik operasionalnya.
Salah satu strategi yang umum dikemukakan adalah menata kelima unsur yang ada dalam proses komunikasi :
1. Komunikator.
Sebagai pemegang peranan utama perlu memiliki sifat-sifat khas. Salah satu yang utama adalah keluwesan yakni kemauan dan kemampuan mengadakan perubahan pendekatan manakala ada faktor yang menghendaki atau berubah.
Salah satu pendekatan adalah A-A Procedure atau “from Attention to Action Procedural”. A-A Procedure merupakan penyederhanaan dari proses AIDDA yakni:
A : Attention (perhatian).
Taraf awal komunikasi perlu didahului dengan upaya membangkitkan perhatian komunikan. Cara paling manjur adalah kemampuan komunikator bersikap dan bertindak simpati.
I : Interest (minat).
Sesudah perhatian berhasil dibangkitkan, kemudian dilanjutkan dengan upaya menumbuhkan minat agar mau mendengar pesan secara sungguh-sungguh.
D : Desire (hasrat).
Menunjukkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator.
D: Decision (keputusan).
Menunjukkan kemauan komunikan atas kehendak sendiri memutuskan untuk mengikuti atau melakukan apa yang dikehendaki komunikator.
A : Action (tindakan).
Merupakan taraf tertinggi yakni kesediaan dan kemauan komunikan melaksanakan aktivitas yang diharapkan.
Agar “A-A Procedure” terlaksana, salah satu aspek yang perlu dimiliki komunikator adalah kredibilitas atau kepercayaan dari komunikan. Kredibilitas diperoleh jika komunikan menguasai pesan yang disampaikan atau sering disebut mempunyai etos pada dirinya atau etika yang dapat dipercaya. Sikap kehendak itu dicerminkan dalam perilakunya yang dinamakan sebagai konsep “Johari Window” sebagai berikut :
I
|
II
|
Area of free Activities
|
Blind Area
|
(known by ourselves and
|
(known by others not known
|
Known by others)
|
by yourselves)
|
III
|
IV
|
Hidden Area
|
Unknown Area
|
(known by ourselves but not known
|
(not know by ourselves and not
|
By others)
|
known by others)
|
Berdasarkan konsep Johari Window maka nampak perilaku komunikator sesuai dengan sikap kehendak masing-masing:
1. Pada bidang free activities, bermakna ada keterbukan, kegiatan komunikator disadari sepenuhnya oleh yang bersangkutan maupun oleh orang lain.
2. Pada blind area, menggambarkan kesempitan wawasan, sebab komunikator tidak sadar apa yang dilakukan namun diketahui oleh orang lain.
3. Pada bidang hidden area (tersembunyi), menunjukkan sikap tertutup sebab komunikator sadar apa yang dilakukan namun orang lain tidak dapat memahaminya.
4. Pada bidang unknown (tidak diketahui), menunjukkan sikap bodoh sebab komunikator tidak disadari oleh dirinya maupun oleh orang lain.
Agar dapat menjadi komunikator yang baik, faktor etos harus dapat ditingkatkan dan diupayakan agar mencapai bidang free activities. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan persiapan lebih dulu secara matang.
Bagi komunikator berlaku suatu pameo :
Siapa yang naik tanpa kerja akan turun tanpa kehormatan; maknanya ialah siapa yang berkomunikasi tanpa persiapan akan memperoleh kegagalan.
2. Pesan
Sebenarnya inti pokok dalam komunikasi adalah proses penyampaian pesan. Suatu pesan dikatakan mencapai sasaran manakala apa yang dipesankan dimengerti dan dilaksanakan oleh komunikan sebagaimana diharapkan. Jaminan agar pesan dapat dimengerti dan dilaksanakan bukan berdasarkan panjangnya kalimat atau lamanya mengadakan komunikasi, melainkan diukur dalam tindakan nyata. Dalam proses komunikasi berlaku prinsip ekonomis bahasa, maksudnya memakai kata minimal dicapai pesan sebanyak-banyaknya. Walau berlaku prinsip ekonomi bahasa bukan berarti menggunakan bahasa sedikit-dikitnya.
Pesan “SEGERA DATANG” memang singkat ringkas namun tidak ekonomis, sebab makna pesan tidak jelas. Siapa yang segera datang tidak diketahui apakah komunikator atau komunikan.
Agar pesan dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh komunikan maka terhadap pesan perlu dilakukan hal-hal :
a. Pesan perlu dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan.
b. Perlu menggunakan lambang-lambang tertentu yang sesuai dengan acuan komunikator.
3. Media
Penggunaan media dalam proses komunikasi semakin populer, karena alasan praktis dan dapat memperoleh informasi yang banyak dan lebih tepat. Namun dalam komunikasi bermedia ada beberapa kelemahan agar sering ditemui yang mengakibatkan pesan menjadi tidak lengkap atau kurang jelas.
4. Komunikan
Unsur ini perlu mendapat perhatian, sebab merekalah yang melaksanakan pesan. Bagi komunikan perlu dilakukan pendekatan A-A Procedures atau lengkapnya AIDDA. Sepintas orang menduga menjadi komunikan merupakan hal sepele, namun sebenarnya jarang ada orang mampu menjadi komunikan sebagaimana diharapkan. Sebagai manusia senantiasa dipengaruhi oleh nilai, situasi dan kerangka acuan yang dikuasainya. Faktor subyektif komunikan mengakibatkan penghindaran- pengelakan komunikasi (evasi).
Evasi komunikasi dapat terjadi karena beberapa hal :
a. Gangguan semantik atau kesalahan menafsir. Komunikan menerima pesan secara berlainan. Hal demikian terjadi rnengingat suatu kata mempunyai dua pengertian yakni denotatif dan konotatif. Memakai istilah "tidak ada" dalam komunikasi, dapat ditafsirkan tidak berada dalam suatu tempat tertentu alias hilang, namun dapat juga ditafsir telah meninggal dunia.
b. Gangguan kepentingan (interest)
Setiap komunikan punya kepentingan tersendiri yang akan mempengaruhi perhatian, daya tangkap, perasaan, pikiran dan perilaku dalam menerima suatu pesan. Anggapan dan perbuatan tanpa disadari pasti diwarnai oleh kepentingan pribadi. Orang yang tidak mempunyai uang kalau mendengar pesan pergi ke Bank, bayangannya ambil uang; sedangkan bagi orang yang belum membayar rekening listrik bayangannya adalah membayar rekening listrik.
c. Motivasi atau faktor pendorong
Dengan motivasi yang berbeda akan merangsang sikap dan perilaku yang berbeda dalam menanggapi suatu pesan. Anggota yang ingin berprestasi akan bersikap ramah dalam menerima suatu pesan walaupun mungkin belum jelas, namun orang yang hati-hati akan meminta penjelasan lanjut tentang pesan yang ada.
d. Prasangka
Merupakan hal yang paling berbahaya dalam komunikasi, sebab secara apriori sudah curiga dan menentang komunikator, tanpa memahami secara benar sebelumnya makna pesan yang ada. Dalam prasangka unsur emosi dominan dan mengambil kesimpulan tanpa memakai akal sehat. Tanpa sadar hal yang positif dinilai menjadi negatif, sebab emosi membutakan logika dan pikiran murni. Pesan yang disampaikan “mantan penjahat” walaupun berbau keramahan akan dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang mengerikan.
II. Teknik Negosiasi
2.1. Pendahuluan
Suatu proses dalam menghasilkan suatu persetujuan. Sebelum suatu kesepakatan atau perjanjian terbentuk, maka terjadi tawar-menawar agar terjadi kesesuaian kehendak, yang disebut negosiasi. Bernegosiasi dapat dipandang sebagaj suatu seni tersendiri. Ada teorinya tetapi tak cukup hanya bermodal teori saja, tetapi perlu seni tersendiri.
Dalam upaya meyakinkan pihak yang diajak bernegosiasi menggeser sasaran mereka sebaliknya kita juga dapat menggeser sasaran yang ingin kita capai.
Kegiatan negosiasi ini yang didambakan adalah keberhasilan pada dasarnya bagaimana yang saling memuaskan
Keberhasilan bernegosiasi diperlukan adanya upaya-upaya dengan melalui persiapan negosiasi, antara lain:
a. Pahami faktor-faktor komunikasi, dengan memahami waktu dan tempat akan sangat membantu keberhasilan bernegosiasi.
b. Kenali diri anda sebagai negosiator, penting artinya supaya tidak mau menang sendiri atau bertindak emosional.
c. Kumpulkan informasi yang diperlukan, terutama yang berkaitan dengan hal, yang akan dinegosiasikan.
d. Ketahui pilihan yang tersedia, dalam bernegosiasi perlu disampaikan banyak alternatif, acuan alternatif yang lebih tepat kiranya perlu penekanan khusus.
e. Ketahui dimana kita bisa luwes, hal ini akan sangat berpengaruh kepada yang kita ajak bernegosiasi, karena dengan keluwesan tersebut kita dapat menyakinkan bahwa kita sama-sama memperoleh manfaat.
f. Mengenali dibagian mana lawan lebih kuat dari kita, karena kita akan mampu memahami kemampuan yang kita ajak bernegosiasi.
g. Memperkirakan pesan yang akan memojokkan kita dan bagaimana mengantisipasinya, oleh karena itu usahakan agar jangan mudah terbawa emosi atapun rendah diri, dengan demikian kita akan mampu melihat secara jernih apa-apa yang harus kita sepakati.
h. Melihat argumentasi dari sudut pandang lawan kita
i. Buat alternatif argumentasi yang banyak dan memilih yang jelas
j. Cari argumentasi-argumentasi yang masih mungkin dikembangkan
k. Mengenali dengan baik need (kebutuhan) lawan negosiasi misalnya: fisiologis; keamanan; aktualisasi diri; sosial; penghargaan; keindahan; dan lain-Iain.
2.2. Gunakan Strategi
a. Strategi kapan
1. Forbearance ( sabar)
Strategi ini mengajak kita sabar dan ramah, karena keberhasilan negosiasi sangat banyak ditentukan oleh kesabaran dan keramah-tamahan kita.
2. Surprise (kejutan)
Buat kejutan sehingga lawan tercengang kagum. Misalnya dengan menampilkan data-data yang kita yakini ia tidak tahu.
3. Fait accompely (keterangan yang harus diterima) Tunjukkan alternatif lain lebih jelek
4. Blind widrawal (penarikan yang lembut)
Dalam strategi ini kita mengakui kesalahan dan menarik argumentasi
5. Limits (Pembatas )
Membatasi pembicaraan sehingga lawan tidak dapat mengorek kelemahan kita yang tidak ada hubungannya dengan pembjcaraan.
6. Feanting (pura-pura)
Dalam strategi ini, kita membuat gerakan/pernyataan yang berlawanan dengan tujuan utama, sehingga lawan terperangkap, sehingga lawan tergiring sesuai dengan keinginan kita.
6. Batas waktu
7. Salami
8. Praktek standard
9. Orang baik/jahat
11 .Wewenang terbatas
b. Strategi Teknik Pesan
1. Asosiasi;
2. Partisipasi;
1. Icing Device;
2. Pay of ldea;
5. Red Hearing;
3. Acceptence Device;
4. Rejection Device;
5. Testimonial Device;
6. Bandwagon Device;
c. Strategi Lain
a. kalau anda punya beberapa alternatif sampaikan semua
b. Pada waktu menyampaikan alternatif yang anda inginkan, sampaikan yang terakhir.
c. Kalau anda menyampaikan pikiran anda pada penutup, coba simpulkan dengan sederhana
d. Kalau anda perlu mengadakan tekanan, gunakan dengan halus.
2.3. Tahapan Negosiasi
a. Persiapan
b. Kalau anda sebagai pengambil inisiatif
- Hargai peristiwa
- Hargai lawan negosiasi
c. Jelaskan tujuan
d. Rumuskan masalah yang akan dibahas
e. Beri kesempatan lawan anda untuk menanggapi (menambah, mengurangi, materi)
f. Sampaikan konsep anda dengan cara :
1) satu persatu
2) secara keseluruhan
g. Beri kesempatan teman negosiasi menanggapi
h. Klasifikasi tanggapan :
· komentar
· bantahan
· masalah baru
· ide baru
i. Gunakan strategi
- strategi kapan
- strategi teknik
- strategi lain
j. Tawarkan kesimpulan
k. Setelah terjadi kesesuaian kehendak, maka dituangkan dalam perjanjian.
III. TEKNIK MEMBUAT KONTRAK / PERJANJIAN
3.1. Pengertian Perjanjian
Di bidang kegiatan bisnis pasti terjadi suatu hubungan, yang menurut ilmu hukum disebut "Perikatan", yang artinya hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih yang terletak dalam harta kekayaan, yang mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi. Maksudnya, hubungan yang terjadi tersebut, hukum meletakkan "hak" pada satu pihak dan meletakkan "kewajiban" pada pihak lain. Apabila satu pihak tidak mengindahkan atau melanggar hubungan tadi, maka hukum memaksakan supaya hubungan tersebut dipenuhi.
Berdasarkan Pasal 1233 KUH-Perdata, setiap perikatan dapat terjadi karena undang-undang atau karena persetujuan. Perikatan yang timbul karena undang-undang maksudnya, bahwa hubungan para pihak tersebut otomatis diatur oleh undang-undang. Contohnya hubungan anak dengan orang tua, tetangga yang berdampingan, perbuatan melawan hukum yang merugikan pihak lain.
Perikatan yang akan kita bahas pada kesempatan ini titik sentralnya adalah yang timbul dari persetujuan/perjanjian/kontrak.
Menurut Pasal 1313 KUH.Perdata, suatu persetujuan/perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih.
Perikatan yang timbul/terjadi dari perjanjian/kontrak ini, para pihak dengan bersepakat dan sengaja saling mengikatkan diri dalam suatu perikatan yang menimbulkan hak dan kewajiban untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak tersebut.
Di bidang perjanjian/kontrak ini kedua belah pihak, yaitu Debitur dan Kreditur atau yang berhak dan berkewajiban selalu bertindak aktif untuk mewujudkan prestasi atau isi perjanjian tersebut. Jika salah satu pihak tidak aktif, maka sulitlah prestasi (isi perjanjian) itu terwujud.
3.2. Syarat Sahnya Perjanjian dan Akibatnya
Pasal 1320 KUH.Perdata menentukan, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu:
1. Sepakat dari para pihak;
2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perjanjian;
3. Suatu hal/obyek tertentu;
4. Suatu sebab/hal yang halal.
Syarat pertama dan ke dua disebut syarat subyektif, sebab menyangkut subyek perjanjian. Apabila syarat subyektif ini tidak dipenuhi, maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan lewat pengadilan. Jika tidak dituntut pembatalan, maka perjanjian tetap berlaku.
Syarat ke tiga dan keempat disebut syarat obyektif, sebab menyangkut obyek perjanjian. Jika syarat obyektif ini tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada.
a. Syarat Subyektif
Kata sepakat para pihak maksudnya para pihak telah setuju tentang isi per-janjian. Kesepakatan ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada paksaan, penipuan dan kekhilafan. Terjadinya kata sepakat, mengandung makna, bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak, serta tidak terjadi penekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui antar para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte), dan pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Agar terjadi kesepakatan biasanya didahului dengan negosiasi.
Kecakapan untuk membuat sesuatu perjanjian adalah para pihak telah dewasa, sehat pikirannya, dan berwenang untuk membuat perjanjian tersebut, misalnya seorang pengurus Koperasi tertentu diberi kewenangan atau tidak untuk membuat kontrak/perjanjian tertentu.
Contohnya:
Si A sebagai karyawan Koperasi XX menjual mobil koperasi kepada Si B, tanpa dilengkapi surat kuasa untuk menjual dari koperasi (pengurus, manejer). Keadaan ini berarti Si A dikatakan tidak berwenang melakukan perjanjian jual-beli mobil koperasi tsb.
b. Syarat Obyektif
Suatu hal / obyek tertentu, maksudnya apa yang menjadi hak kreditur dan yang menjadi kewajiban debitur harus sudah jelas, tertentu, dan dapat dibuktikan keberadaannya. Misalnya: barang yang menjadi obyek perjanjian harus ditentukan jumlahnya, jenisnya, ukurannya dan sebagainya.
Suatu sebab / kausa yang halal, maksudnya isi perjanjian atau obyek perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
3.3. Isi Kontrak/Perjanjian
Isi perjanjian merupakan tujuan yang akan dicapai kedua belah pihak, yang disebut juga prestasi, dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
a. Menyerahkan/memberikan sesuatu barang, misalnya: jual-beli, sewa-menyewa, hutang-piutang.
b. Berbuat seuatu, misalnya: perjanjian perburuhan, perjanjian melakukan peker-jaan, perjanjian membuat bangunan.
c. Tidak berbuat sesuatu, misalnya: perjanjian untuk tidak membangun bangunan bertingkat di depan rumah.
3.4. Prinsip-prinsip Perjanjian
Guna memberi landasan bagi pelaksanaan pembuatan suatu perjanjian, maka ada beberapa asas di bidang hukum kontrak.
Asas/prinsip itu merupakan pondasi, tiang atau pilar dari pembuatan perjanjian, yaitu:
a. Asas Kebebasan Berkontrak (Sistem Terbuka)
Sistem terbuka artinya para pihak dalam perjanjian bebas mengemukakan kehendak, mengatur hubungan yang berisi apa saja, asalkan memenuhi syarat sahnya perjanjian.
Pasal 1338 ayat (1) KUH.Perd. menyebutkan, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kata "semua" menunjukkan adanya kebebasan bagi setiap orang untuk membuat perjanjian dengan siapa saja dan tentang apa saja, asalkan tidak dilarang oleh hukum.
b. Asas Konsensualitas (Kesepakatan)
Artinya perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain perjanjian itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak tercapainya kata sepakat, meskipun tanpa formalitas. Hal ini berarti, perjanjian yang dibuat itu dapat secara lisan dan dapat juga dituangkan dalam bentuk tulisan, yang disebut akte.
Namun perlu dipertimbangkan, bahwa sebagian masyarakat kurang menghormati moral/norma hukum yang ada. Artinya perjanjian yang dilakukan secara lisan/diucapkan saja kurang ditaati. Di samping itu dari segi pembuktian perjanjian lisan sulit dibuktikan, oleh sebab itu sebaiknya perjanjian dibuat secara tertulis, terinci, tegas dan mudah dipahami.
c. Asas Kekuatan Mengikat
Artinya perjanjian yang dibuat secara sah (telah memenuhi syarat sahnya perjanjian) mengikat para pihak untuk ditaati (Pasal 1338 ayat 1). Perjanjian tersebut hanya dapat dicabut atau dirubah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (Pasal 1338 ayat 2).
3.5. Bentuk Kontrak-Perjanjian
Pentingnya suatu perjanjian dibuat adalah:
1. Untuk mencegah terjadinya perselisihan.
2. Jika terjadi perselisihan dipakai sebagai alat bukti.
Berdasarkan asas konsensualitas tersebut di atas, maka perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun berbentuk tulisan atau secara tertulis, yang disebut akte. Ada 2 macam akte, yaitu: Akte Otentik dan Akte di bawah tangan.
1. Akte Otentik
Akte otentik adalah suatu surat atau akte yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, atau akte yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang (seperti: notaris, camat, hakim, atau pejabat kelurahan).
a. Akte otentik yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang, contohnya antara lain: Akte Kelahiran di Kantor Catatan Sipil, Akte Perkawinan, Keterangan Hak, Waris, Akte Kematian.
b. Akte otentik yang dibuat dihadapan Pejabat yang berwenang, contohnya antara lain: Akte Hibah, Surat Kuasa Pemasangan Hipotik, Mendirikan PT., Jual-beli Tanah.
Terjadinya surat perjanjian atau kontrak yang berbentuk akte otentik ada 2 (dua) sebab, yaitu:
a. Untuk beberapa hubungan hukum atau perbuatan tertentu, Undang-undang memang mensyaratkan harus dilakukan berbentuk akte otentik. Contohnya: cara mendirikan PT., menghibahkan sesuatu, jual-beli tanah, menghipotikkan tanah.
b. Para pihak menghendaki agar hubungan hukum (perjanjian/ kontrak) mereka diatur dalam bentuk akta otentik, meskipun undang-undang tidak mengharus-kannya. Contohnya: akte sewa-menyewa, akte jual-beli mobil atau jual-beli secara umum selain tanah.
Memang akta otentik memiliki kelebihan dalam hal pembuktian, yaitu: Akte Otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Artinya dengan akte otentik yang bersangkutan sudah cukup, dan para pihak tidak memerlukan lagi alat bukti lain. Dengan kata lain: isi akte otentik selalu dianggap benar, selama tidak/belum ada bukti sebaliknya. Apabila ada pihak yang menyangkal kebenaran isi akte otentik, maka penyangkal tersebut yang harus membuktikan.
2. Akte di bawah tangan
Akte di bawah tangan merupakan akte (tulisan) yang dibuat sendiri dengan kesepakatan para pihak, yang juga di- tandatangani sendiri oleh para pihak, dan biasanya disertai saksi-saksi.
Contohnya:
Akte perjanjian sewa-menyewa lahan, jual-beli kebun, jual-beli pada umumnya. Pokoknya seluruh akte (surat perjanjian) yang tidak dilarang oleh undang-undang untuk dibuat sendiri oleh para pihak.
Keuntungan/kelebihan akte di bawah tangan adalah biaya pembuatan akte jauh lebih murah dibandingkan dengan akte otentik, sebab para pihak tidak perlu mengeluarkan fee (biaya) untuk pejabat yang berwenang (notaris, camat dsb.).
3.6. Hambatan Pelaksanaan Perjanjian
Berdasarkan adanya akte perjanjian, diharapkan isi perjanjian tersebut betul-betul dilaksanakan oleh para pihak, sehingga tujuan diadakannya perjanjian tersebut tercapai dan prestasi terpenuhi. Namun adakalanya suatu perjanjian terhambat pelaksanaannya. Hambatan tersebut dikenal dengan ada dua kemungkinan, yaitu: Ingkar Janji (wanprestasi) dan Keadaan Memaksa (Overmacht/Force Majeur).
1. Wanprestasi / Ingkar Janji
Apakah yang dimaksud wanprestasi ?. Wanprestasi adalah suatu keadaan, dimana debitur ingkar janji. Wanprestasi atau ingkar janji berupa:
a. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
b. Melaksanakan prestasi yang keliru atau tidak benar;
c. Terlambat melaksanakan prestasi.
Agar debitur melaksanakan prestasi sesuai dengan isi perjanjian, maka kreditur harus memberi teguran (somasi), bahwa debitur telah ingkar janji, dan agar debitur segera melaksanakan prestasi (kewajibannya).
Sebagai tindakan preventif, sebaiknya di dalam akte perjanjian itu disebutkan klausul secara tegas, bahwa apabila debitur terlambat melakukan prestasi akan dikenai uang kerugian (uang pemaksa) sejumlah tertentu rupiah dan sebagainya.
2. Overmacht / Keadaan Memaksa
Overmacht adalah suatu keadaan yang tidak dapat diduga sebelumnya, sehingga menghalangi debitur untuk melaksanakan prestasi sebelum ia lalai / alpa, dan keadaan tersebut tidak dapat disalahkan kepadanya.
Unsur-unsur Overmacht antara lain:
a. Kejadian itu tidak dapat diduga sebelumnya;
b. Kejadian itu di luar kesalahan debitur;
c. Kejadian itu berakibat debitur tidak dapat berprestasi;
d. Debitur belum lalai / alpa.
Antara Wanprestasi dengan Overmacht terdapat hubungan yang erat, karena Overmacht adalah salah satu alasan debitur untuk dibebaskan dari hukuman sebab tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk berprestasi.
Adanya overmacht menimbulkan risiko, yaitu kewajiban memikul kerugian yang disebabkan suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak. Menurut Pasal 1237 KUH.Perd., bahwa "Dalam adanya perikatan untuk memberikan sesuatu barang tertentu, maka barang itu semenjak perikatan terjadi adalah atas tanggung jawab si berhutang".
Berhubung hukum perjanjian bersifat terbuka, maka sebagai sikap berhati-hati dalam membuat perjanjian, mengenai risiko ini sebaiknya dimasukkan dalam klausul perjanjian tentang siapa yang harus menanggung risiko jika terjadi ke- adaan memaksa (overmacht).
3.7. Cara Membuat Perjanjian
Prinsipnya, perjanjian adalah sah dengan adanya kata sepakat para pihak tanpa formalitas suatu apapun. Oleh sebab itu teknik membuat perjanjian tidak ada ketentuan formalitas yang pasti. Teknik membuat perjanjian merupakan suatu seni untuk mengungkapkan apa yang menjadi tujuan para pihak dalam bentuk tulisan atau surat (akte), yaitu dengan menggabungkan atau memasukkan pengertian kita ke dalam pasal-pasal yang mengatur (yang harus ditaati) dari tujuan diadakannya perjanjian.
Hanya saja sebagai pedoman, bahwa pada umunya suatu akte terdiri dari beberapa bagian, yaitu: Pembukaan (Komparisi), Isi Akte, dan Penutup.
1. Pembukaan atau Komparisi
Komparisi atau Pembukaan merupakan suatu uraian yang menerangkan para pihak, yang membuat perjanjian.
Komparisi adalah bagian yang sangat penting, sebab jika komparisi salah dalam menyebutkan para pihaknya, berakibat akte dapat dibatalkan.
Biasanya komparisi itu bentuknya sebagai berikut:
a. Untuk akte otentik, dibuka dengan kalimat:
Pada hari ini ......., tanggal ......... menghadap kepada saya .............., SH., Notaris di .............. dst.
b. Untuk akte di bawah tangan, dibuka dengan kalimat:
Yang bertanda tangan di bawah ini:
...................................................................
2. Isi Akte
Tidak ada standar untuk isi akte. Sebab isi akte tergantung pada hasil kesepakatan dan negosiasi para pihak. Apabila para pihak telah mencapai kesepakatan, dan kesepakatan itu dituangkan dalam akte perjanjian, maka akte tersebut akan mengikat para pihak bagaikan undang-undang. Oleh sebab itu, negosiasi harus dilakukan secara hati-hati dan teliti. Jangan sampai kita bersedia menerima syarat/isi perjanjian yang akan memberatkan kita di kemudian hari. Hanya saja isi perjanjian tersebut pada umumnya dituangkan dalam bentuk pasal-pasal.
3. Penutup Akte
Penutup akte adalah bagian akte yang menerangkan, bahwa perjanjian telah disepakati para pihak, dan telah disaksikan oleh para saksi, serta ditanda tangani oleh para pihak dan saksi-saksi.
0 comments:
Post a Comment