:::: MENU ::::
  • Berbagi Ilmu Peternakan

  • Peternak Muda

  • Bangga Menjadi Peternak

Wednesday 28 March 2018


Karya : Dwiana Yoga Saputra
18 Desember 2017, STPP Magelang
Teguh Budiyana dalam sambutannya di acara seminar pendidikan peternak rakyat untuk peternak yang berdaulat di Fapet UGM, Jumat 15 Desember 2017 lalu mengatakan bahwa peternak rakyat haruslah di perhatikan, peternak rakyat haruslah berdaulat. Sedangkan Ali Agus selaku dekan UGM juga mengatakan, kemajuan pangan terutama daging dapat di lihat dari peternak rakyat yang berdaulat atau tidak. Kedua hal tersebut secara tidak langsung menyindir Bangsa Indonesia yang masih belum cukup memperhatikan peternak rakyat dan masih belum dapat menyejahterakan peternak rakyat. Banyak problematika di dalam politik ternak ini. Dan akan kita ulas bersama-sama di artikel ini.
Dapat dikatakan Indonesia mulai dijajah oleh politik kotor, politik tersebut kini sampai pada sektor peternakan di Indonesia. Hal ini dapat kita lihat semakin banyaknya peternak rakyat yang gulung tikar, sebagai contoh Doni Farm yang semula dari awal merintis peternakan unggas baik petelur maupun pedaging, namun mereka kini hanya memiliki satu komoditas yaitu petelur. hal ini karena politik kotor kini merambah pada pendistribusian ataupun pemonopolian ayam pedaging. Dapat kita lihat bahwa banyak peternak peternak besar atau feedloder yang mempermainkan stabilisasi harga daging ayam. 13/10/2016 lalu, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf  mengaku menemukan problematika dimana di sejumlah daerah terdapat kelangkaan daging ayam. Beliau menemukan banyak peternak besar yang bersengkongkol dan melakukan praktek kartel dengan membatasi pendistribusan Day Old Chicken (DOC) ke sejumlah daerah, yang mengakibatkan langkanya DOC dan harga semakin tinggi. Dalam hal ini peternak rakyat yang menjadi korban, mereka terpaksa gulung tikar dan akhirnya terjadi kelangkaan daging ayam di pasaran, akibatnya harga daging semakin tinggi. Pada umumnya semakin tinggi daging ayam semakin makmur peternaknya, hal inilah yang di lihat oleh pemerintah dan akibatnya pemerintah membiarkan hal ini terjadi, padalah dalam kasus nyatanya harga daging ayam tinggi para peternak rakyat tidak menerima rizki tersebut.
Problematika tersebut juga banyak di rasakan di berbagai sektor peternakan. Kasus lain pada sektor ternak sapi adalah masalah tentang impor daging yang bergejolak di tahun tahun ini. Padalah Mentri Pertanian, Andi Amran yang di wakilkan oleh penasihatnya, dalam acara seminar di STPP Magelang mengatakan bahwa Swasembada Daging Mulai menuju keberhasilan. Hal itu bertolak belakang dengan ujaran Teguh Budiyana dalam Orasinya yang mengatakan bahwa import daging kita di Indonesia Semakin tinggi, daging tersebut berupa segar dan beku, sapi hidup yang kita impor dapat dikatakan juga daging impor karena sapi tersebut pada akhirnya akan kita potong dan menjadi daging. Hal ini membuat peternak kecewa karena daging impor juga sudah merambah ke pasar pasar tradisional. Jelas daging impor lebih murah karena dagig tersebut dari jenis sapi luar yang mudah di gemukan dan peternak kecil akan kalah dengan peredaran daging impor. Banyak sekali ironi di balik sebuah ironi di bidang peternakan. “Ada juga pengalihan impor daging sapi yang di gantikan dengan impor daging kerbai pada tahun 2016-2017, pemerintah kita seakan ingin membodohi peternak kecil” ujar Teguh Budiyana.
Dalam banyak kasus peternak rakyat sering kali di tindas, padahal peran mereka di suatu wilayah sangatlah besar. Mereka mensupply pangan di daerah mereka yang berarti penekanan harga pangan dalam sektor peternakan akan semakin terminimalisir. Mereka juga membantu pemerintah dalam menstabilkan harga di suatu daerah, karena mereka merupakan pelaku usaha yang ikut andil dalam pendistribusian pangan sektor peternakan. Namu kenyataannya mereka hanyalah peternak yang dapat di bodohi oleh oknum oknum yang mencari keuntungan lebih dengan mempermainkan mereka. Pada suatu saat penduduk indonesia akan semakin besar, dan jika problematika peternakan masih belum di perhatikan dan di selesaikan maka peternak rakyat akan semakin menyusut dan pada akhirnya krisis pangan akan terjadi. Kurang tegasnya pemerintah dalam peraturannya, mulai dari biaya import yang kecil ataupun kurang tangkasnya pemerintah dalam menyelesaikan perkara-perkara pada oknum nakal peternakan adalah sebuah PR besar bagi kita.

“Sebenarnya tahun-70an peternakan di indonesia dapat lebih mandiri. Namun tahun 80 ke atas perusahaan besar mulai memonopoli perdagangan peternakan” ujar Dekan UGM, Ali Agus. Peternak rakyat harusnya dapat berdaulat. Mari kita sukseskan swasembada pangan tanpa menindas peternak rakyat.

0 comments:

Post a Comment

A call-to-action text Contact us