Karya
: Dwiana Yoga Saputra
18 Desember 2017,
STPP Magelang
Teguh Budiyana
dalam sambutannya di acara seminar pendidikan peternak rakyat untuk peternak
yang berdaulat di Fapet UGM, Jumat 15 Desember 2017 lalu mengatakan bahwa
peternak rakyat haruslah di perhatikan, peternak rakyat haruslah berdaulat.
Sedangkan Ali Agus selaku dekan UGM juga mengatakan, kemajuan pangan terutama
daging dapat di lihat dari peternak rakyat yang berdaulat atau tidak. Kedua hal
tersebut secara tidak langsung menyindir Bangsa Indonesia yang masih belum
cukup memperhatikan peternak rakyat dan masih belum dapat menyejahterakan
peternak rakyat. Banyak problematika di dalam politik ternak ini. Dan akan kita
ulas bersama-sama di artikel ini.
Dapat dikatakan Indonesia mulai dijajah oleh politik
kotor, politik tersebut kini sampai pada sektor peternakan di Indonesia. Hal
ini dapat kita lihat semakin banyaknya peternak rakyat yang gulung tikar,
sebagai contoh Doni Farm yang semula dari awal merintis peternakan unggas baik
petelur maupun pedaging, namun mereka kini hanya memiliki satu komoditas yaitu
petelur. hal ini karena politik kotor kini merambah pada pendistribusian
ataupun pemonopolian ayam pedaging. Dapat kita lihat bahwa banyak peternak peternak
besar atau feedloder yang mempermainkan stabilisasi harga daging ayam.
13/10/2016 lalu, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) Syarkawi Rauf mengaku menemukan problematika dimana di
sejumlah daerah terdapat kelangkaan daging ayam. Beliau menemukan banyak
peternak besar yang bersengkongkol dan melakukan praktek kartel dengan
membatasi pendistribusan Day Old Chicken (DOC) ke sejumlah daerah, yang
mengakibatkan langkanya DOC dan harga semakin tinggi. Dalam hal ini peternak
rakyat yang menjadi korban, mereka terpaksa gulung tikar dan akhirnya terjadi
kelangkaan daging ayam di pasaran, akibatnya harga daging semakin tinggi. Pada
umumnya semakin tinggi daging ayam semakin makmur peternaknya, hal inilah yang
di lihat oleh pemerintah dan akibatnya pemerintah membiarkan hal ini terjadi,
padalah dalam kasus nyatanya harga daging ayam tinggi para peternak rakyat
tidak menerima rizki tersebut.
Problematika tersebut juga banyak di rasakan di berbagai
sektor peternakan. Kasus lain pada sektor ternak sapi adalah masalah tentang
impor daging yang bergejolak di tahun tahun ini. Padalah Mentri Pertanian, Andi
Amran yang di wakilkan oleh penasihatnya, dalam acara seminar di STPP Magelang mengatakan
bahwa Swasembada Daging Mulai menuju keberhasilan. Hal itu bertolak belakang
dengan ujaran Teguh Budiyana dalam Orasinya yang mengatakan bahwa import daging
kita di Indonesia Semakin tinggi, daging tersebut berupa segar dan beku, sapi
hidup yang kita impor dapat dikatakan juga daging impor karena sapi tersebut
pada akhirnya akan kita potong dan menjadi daging. Hal ini membuat peternak
kecewa karena daging impor juga sudah merambah ke pasar pasar tradisional.
Jelas daging impor lebih murah karena dagig tersebut dari jenis sapi luar yang
mudah di gemukan dan peternak kecil akan kalah dengan peredaran daging impor.
Banyak sekali ironi di balik sebuah ironi di bidang peternakan. “Ada juga
pengalihan impor daging sapi yang di gantikan dengan impor daging kerbai pada
tahun 2016-2017, pemerintah kita seakan ingin membodohi peternak kecil” ujar
Teguh Budiyana.
Dalam banyak kasus peternak rakyat sering kali di tindas,
padahal peran mereka di suatu wilayah sangatlah besar. Mereka mensupply pangan
di daerah mereka yang berarti penekanan harga pangan dalam sektor peternakan
akan semakin terminimalisir. Mereka juga membantu pemerintah dalam menstabilkan
harga di suatu daerah, karena mereka merupakan pelaku usaha yang ikut andil
dalam pendistribusian pangan sektor peternakan. Namu kenyataannya mereka
hanyalah peternak yang dapat di bodohi oleh oknum oknum yang mencari keuntungan
lebih dengan mempermainkan mereka. Pada suatu saat penduduk indonesia akan
semakin besar, dan jika problematika peternakan masih belum di perhatikan dan
di selesaikan maka peternak rakyat akan semakin menyusut dan pada akhirnya
krisis pangan akan terjadi. Kurang tegasnya pemerintah dalam peraturannya,
mulai dari biaya import yang kecil ataupun kurang tangkasnya pemerintah dalam
menyelesaikan perkara-perkara pada oknum nakal peternakan adalah sebuah PR
besar bagi kita.
“Sebenarnya tahun-70an peternakan di indonesia dapat
lebih mandiri. Namun tahun 80 ke atas perusahaan besar mulai memonopoli
perdagangan peternakan” ujar Dekan UGM, Ali Agus. Peternak rakyat harusnya
dapat berdaulat. Mari kita sukseskan swasembada pangan tanpa menindas peternak
rakyat.
0 comments:
Post a Comment