:::: MENU ::::
  • Berbagi Ilmu Peternakan

  • Peternak Muda

  • Bangga Menjadi Peternak

Wednesday, 3 April 2019

Tanaman leguminosa merupakan hijauan pakan ternak yang sangat dibutuhkan sebagai sumber protein nabati, salah satunya adalah Indigofera zollingeriana (Indigofera). Tanaman leguminosa ini memiliki potensi sebagai hijauan pakan sumber protein dan mineral yang tinggi, struktur serat yang baik dan nilai kecernaan yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas ternak ruminansia. Tanaman ini juga toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas (Suharlina. 2016).
Benih merupakan biji terpilih untuk tanam atau bahan penelitian, yang lain mengatakan bahwa benih adalah tanaman atau bagian tanaman (misalnya:daun, ranting,cabang,batang,akar,biji) yang dipergukanan untuk perbanyakan dan atau bahan penelitian. Meski dalam dialek daerah dikenal kata bibit(tanaman muda dan bagian dari tanaman bukan biji ) yang akan dipergunkan untuk bahan tanam (Yudono Prapto. 2015).
Menurut Sutopo (1984), benih pada famili leguminosa sering dijumpai sifat kulit biji yang impermeable terhadap air dan gas. Sehingga pada kebanyakan famili leguminosa, termasuk indigofera sp, memiliki masa dormansi. Dormansi pada indigofera termasuk dormansi fisik, yaitu dormansi yang dakibatkan karena kerasnya kulit biji sehingga air maupun gas butuh waktu yang cukup lama untuk dapat masuk dan merangsang tumbuhnya kecambah (R, Hutasoit, Riyadi, Ginting. 2017).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Lakitan, 2007). Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti (Schmidt, 2000) :
a.    Perlakuan mekanis
Perlakuan mekanis pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Hal ini akan menyebabkan kerusakan fisik terhadap kulit biji yang kemudian diharapkan air maupun gas lebih mudah masuk (Schmidt, 2000).
b.    Perendaman Air panas
Air panas mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis tergantung pada jenis biji itu sendiri. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih (Schmidt, 2000).
Pada penelitian Hutasoit R, Riyadi, Ginting SP (2017) meneliti perbandingan daya kecambah pada perlakuan perendaman air panas pada suhu normal (27oc) , suhu 40oc, suhu 60oc, suhu 80oc dan suhu 100oc selama semalaman (12 jam) yang menghasilkan kesimpulan bahwa perlakuan perendaman pada air suhu 100oc memiliki nilai yang paling tinggi.
c.    Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah (Schmidt, 2000).
Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan baik pada legum dan non legum. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi dan larutan asam tidak mengenai embrio. Perendaman selama 15-45 menit dalam larutan asam sulfat pekat menghasilkan perkecambahan 98%. Perendaman selama 1-10 menit terlalu cepat untuk dapat mematahkan dormansi, sedangkan perendaman selama 60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan (Schmidt 2000).
d.    Perendaman dengan air

Menurut Sutopo (1993) perendaman dalam air dapat memudahkan penyerapan air oleh benih, sehingga kulit benih yang menghalangi penyerapan air menjadi lisis dan melemah. Selain itu juga dapat digunakan untuk pencucian benih sehingga benih terbebas dari patogen yang menghambat perkecambahan benih. Menurut Schmidt (2000) perendaman dengan air tergenang atau mengalir disebut sebagai metode pencucian zat-zat penghambat perkecambahan dalam buah dan benih. Menurut Schmidth (2002),Cara yang umum dilakukan adalah dengan menuangkan benihdalam air yang mendidih dan membiarkannya untuk mendingin danmenyerap air selama 12-24 jam.
A. Lingkungan Kandang
Lingkungan kandang kelinci haruslah diperhatikan, karena untuk memaksimalkan produksi kelinci. Pada setiap jenis kelinci memiliki persyaratan yang berbeda-beda karena lingkungan asal (habitat) alami mereka yang berbeda-beda pula. Namun pada umumnya syarat yang tepat untuk kandang kelinci adalah jauh dari keramaian, mudah untuk dilakukannya perluasan, mudahnya air untuk memenuhi kebutuhan kelinci, dan terdapat berbagai flok untuk membedakan daerah peranakan; indukan; dan gudang pakan (Ryan Masanto, Ali Agus. 2010).
Kandang kelinci dapat ditempatkan dalam ruangan ataupun luar ruangan. Faktor yang harus diperhatikan adalah sinar matahari yang masuk haruslah cukup. Selain itu, lokasi untuk kandang juga sebaiknya memiliki suhu sejuk (15-20), memiliki ventilasi yang sempurna, tempatnya kering (60-90%) (Ryan Masanto, Ali Agus. 2010).
Lokasi Kandang kelinci juga harus jauh dari ancaman hewan lain (ular, anjing, kucing, dll) karena akan mengganggu ketenangan kelinci. Dan edealnya kandang kelinci untuk ternak kelinci potong harus jauh dari rumah (berjarak minimum10 meter). Namun juga diperbolehkan untuk ternak kelinci hias di tempatkan di teras, belakang rumah ataupun disekitar rumah dengan syarat sanitasi kandang harus terjaga untuk mengurangi bau kotoran kelinci dan penularan penyakit (Rudy Hustamin. 2006)

B. Type Kandang
Type kandang kelinci terdapat berbagai jenis yang berbeda-beda peruntukannya. Untuk memaksimalkan produksi dan untuk mengefisiensikan biaya untuk pembuatan kandang kelinci maka di buatlah berbagai macam jenis.
1.    Type Baterai
Type ini adalah yang sering digunakan peternak karena memaksimalkan ruang dan dapat meminimalkan biaya kandang. Type ini menggunakan satu kandang kotak yang hanya di isi satu kelinci saja dan di buat berjajar bahkan bertumpuk (Rudy Hustamin. 2006). Dalam type baterai terdapat 3 kontruksi yaitu Battery (berjajar), Tier Battery (bertingkat) dan Pyramida Battery (susun Piramida). (Bahar, Syamsu. 2016)
2.    Type Quonset Cages
Jenis kandang Quonset berbentuk setengah pipa yang biasanya menggunakan bahan besi yang alasnya terbuat dari papan memanjang. Dan dalam satu loss quonset biasa terdapat 2-3 kandang yang dapat diisi dengan satu pasang indukan. Type ini memiliki keunggulan pembuatan yang murah (Steven D. Lukefahr, Peter Robert Cheeke, Nephi M. Patton. 2013). Type ini tergolong type tua yang berkembang di daerah amerika untuk peternakan kelinci disana.
3.    Postal
Type kandang postal adalah type kandang yang berada di lantai dengan hanya menggunakan sekat pembatas (besi) untuk membatasi kelompok kelinci. Dalam kandang ini biasanya diisi lebih dari 5 kelinci. Kandang postal sering di gunakan untuk kandang penggemukan (Rudy Hustamin. 2006).
4.    Ranch
Model kandang ini adlag kandang yang dilengkapi dengan halaman umbaran dan memiliki dua luar ruangan, yaitu satu untuk umbaran dan yang satu untuk naungan. Kandang ini dapat berisi satu pasang indukan dan juga anak-anaknya (Bahar, Syamsu. 2016). Kandang ini biasanya dipakai untuk kandang kelinci hias.

C. Bahan dan Ukuran Kandang
Bahan baku untuk kandang kelinci sebaiknya terbuat dari kawat ram dan besi (atau galvanis). Hal ini dikarenakan kelinci merupakan hewan pengerat, bila menggunakan kayu atau bambu dikhawatirkan kelinci akan menggerogoti kandang (Rudy Hustamin. 2006).
Ukuran kandang kelinci berfariasi terkantung ukuran, jenis, dan kondisi lingkungan. Luas kandang untuk satu ekor kelinci dewasa yang diternakkan edealnya adalah minimum 0,18 m2/1 kg berat badan. Kandang dengan panjang 90-150 cm, lebar 50-17 cm, dan tinggi 50-60 cm di anggap cukup untuk satu ekor kelinci dewasa (Rudy Hustamin. 2006).
Untuk ukuran kandang kelinci yang sedang bunting atau menjelang melahirkan dibuat lebih lebar agar kelinci leluasa untuk membangun sarang tempat melahirkan (merontokkan bulunya sebagai penghangat) (Susilowati, Endang. 2015).

D. Perlengkapan Kandang
Perlengkapan kandang kelinci adalah berbagai alat untuk menunjang produksi kelinci. Peralatan ini haruslah tersedia di kandang kelinci. Beberapa alat tersebut adalah Alat pembersih kandang (sapu, sikat, dll sesuai dengan kondisi kandang), Alat sanitasi (penghapus hama), timbangan, Alat pencampur/pengangkut pakan, Tempat Pakan (feeder), Tempat Minum (waterer).
Tempat pakan ternak kelinci terdapat berbagai bentuk dan penempatannya, ada yang berbentuk bulat dan di tempatkan di dalam kandang kelinci dan ada juga tempat pakan yang menempel di luar kandang namun terhubung ke dalam sehingga kita dapat memberi makan dari luar dan pakan tidak tercecer atau di kotori oleh kelinci. Jumlah dan ukuran tempat pakan dapat menyesuaikan dengan populasi atau kebutuhan kelinci (Bahar, Syamsu. 2016)

Tempat minum ternak kelinci pada umumnya menggunakan niple karena kedengn nipple kelinci tidak akan kebasahan yang dapat mengakibatkan keadaan kandang menjadi lembab dan menjadi sumber penyakit karena pada dasarnya kelinci suka pada tempat kering. Tempat minum nampan sangat tidak di anjurkan untuk kelinci. 
A. Lokasi Kandang
Lokasi kandang dapat berada dimana saja, asalkan cocok bagi kehidupan puyuh. Kandang dapat berupa bangunan tersendiri yang terpisah dari rumah, misalnya di halaman belakang atau bagian samping. Kandang puyuh diusahakan cukup mendapat sinar matahari pagi. Ventilasi harus baik agar sirkulasi udara dalam kandang lancar. Kandang juga harus mampu melindungi puyuh dari hembusan angin kencang serta terhindar dari percikan hujan (Subekti, Endah dan Dewi Hastuti, 2013).
Menurut Ir. Zainal Abidin (2013), lokasi kandang puyuh memiliki beberapa persayaratan, antara lain jauh dari pemukiman yang padat. Hal ini dikarenakan puyuh sangat peka terhadap suara, sehingga suara-suara di lingkungan yang dekat dengan keramaian atau pemukiman akan mengakibatkan puyuh stresdan menimbulkan penurunan produksi. Syarat yang kedua adalah letak bangunan kandang harus lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya atau lokasinya mempunyai sirkulasi udara dan cahaya matahari yang cukup untuk puyuh. Syarat terakhir adalah arah sinar matahari yang mengenai kandang. Hal ini penting arena sinar matahari berguna sebagai pembunuh kuman dan menjaga kelembapan di dalam kandang agar tetap kering. Selain itu, sinar matahari juga berfungsi memenuhi kebutuhan vitamin D pada puyuh. Kandang yang baik sebaiknya membujur dari timur ke barat.
B. Jenis Kandang
Pada umumnya pemeliharaan ternak puyuh menggunakan kandang kelompok yang berbentuk persegi dan ditata meningkat dari 3-5 tingkat. Dalam satu kotak kandang kelompok memiliki kepadatan berbeda bergantung dengan umur dan jenis ternak yang diusahakan. Menurut Wuryadi Slamet (2011), terdapat beberapa jenis sistem kandang puyuh, antara lain
1.    Kandang Anakan Puyuh (DOQ)
Kandang anakan merupakan kandang yang dipakai dari puyuh setelah menetas hingga siap dipindahkan ke kandang pembesaran. Kandang ini biasanya berisi anakan puyuh dari umur 1 hari sampai 2 minggu. Kandang anakan dilengkapi dengan lampu atau gasolek dan sejenisnya sebagai penghangat. Kepadatan kandang anakan berkisar antara 80-100 ekor/m2. Populasi ini akan dikurangi apabila puyuh berumur 15 hari  menjadi 60 ekor/m2.
2.    Kandang Pembesaran
Kandang pembesaran dipakai bila puyuh sudah tidak membutuhkan bantuan pemanas, biasanya puyuh akan siap pindah di kandang pembesaran pada umur 3 minggu. Puyuh berada di kandang pembesaran selama 6 minggu. Terdapat dua type untuk kandang pembesaran yaitu postal dan batere kelompok. Populasi dalam kandang pembesaran adalah 60 ekor /m2. Kandang pembesaran digunakan untuk membesarkan puyuh sampai puyuh siap produksi (bertelur), setelah puyuh siap beterlur, puyuh siap pindah kandang ke kandang produksi. Namun bila puyuh akan di ambil dagingnya, puyuh dapat dibesarkan di kandang pembesaran sampai umur panen.
3.    Kandang Produksi
Kandang produksi merupakan kandang yang diperuntukan untuk puyuh yang siap produksi, khususnya adlah puyuh petelur. perbedaan antara kandang embesaran dan kandang produksi terletak di alas kandang. Pada alas kandang produksi diharuskan memiliki kemiringan 10-15o. Hal ini dimaksudkan agar pengambilan telur lebih mudah. Puyuh yang telah siap produksi telur (umur 45 hari) dapat di pindahkan ke kandang produksi. Kepadatan pada kandang ini adalah 40 ekor/m2.
4.    Kandang Indukan
Kandang indukan merupakan kandang yang digunakan puyuh yang di ambil telurnya untuk ditetaskan (pembibitan). Kandang ini sama dengan kandang produksi, yang membedakan adalah isi kandang tersebut. Pada kandang indukan diisi kurang lebih 40 ekor/m2 dengan perbandingan jantan betina 1 : 4.


C. Ukuran dan Bahan Kandang
Ukuran kandang perlu diperhatikan, panjang per unit kandang diusahakan kurang dari 200 cm. Panjang yang berlebihan akan membuat kandang semakin luas dan puyuh menjadi terlalu aktif. Lebar kandang sebaiknya tidak lebih dari 75 cm atau sejangkauan lengan agar peternak dapat lebih mudah saat membersihkan kandang, merawat, ataupun menangkap puyuh (Subekti, Endah dan Dewi Hastuti, 2013).
Tinggi kandang diusahakan antara 30-35 cm. Bila ruang kandang terlalu tinggi puyuh akan terangsang untuk meloncat-loncat, akibatnya kepala puyuh dapat terluka. Untuk menjaga agar kepala puyuh tidak luka-luka akibat terbentur, sebaiknya dibawah atap dipasang jaring atau net dari plastik atau benang elastis (Subekti, Endah dan Dewi Hastuti, 2013).
Tinggi kolong kandang sebaiknya 30-40 cm agar lantai pertama kandang tidak terpengaruh kelembaban lantai. Pintu kandang sebaiknya dibuat disamping dengan ukuran 17 cm x 17 cm. Untuk unit kandang yang dibuat bertingkat hendaknya setiap dasar lantai dilengkapi dengan alas berupa dropping board untuk tempat penampung kotoran, sehingga dengan adanya tempat penampung kotoran tersebut pemeliharaan kebersihan ruangan tempat kandang berada lebih mudah dilakukan dan kotoran tidak menimpa puyuh yang berada di kandang bawahnya (Listiowati, E., dan Kinanti, R., 2009).

Tempat pakan dan tempat minum dapat terbuat dari pralon, bambu atau kayu yang diletakkan diluar kandang, menempel dibagian samping kandang pada sisi yang memanjang. Pembuatan lantai tiap tingkat kandang hendaknya dibuat agak miring keluar kandang agar telur dapat menggelinding keluar unit kandang, sehingga memudahkan dalam pengumpulan telur (Subekti, Endah dan Dewi Hastuti, 2013).

Wednesday, 6 March 2019

Brachiaria decumbens atau sering di sebut dengan rumput signal atau juga di sebut rumut bede, adalah salah satu jenis dari rumput yang bergenus Brachiaria yang artinya dia tumbuh pendek kurang lebih 5-20 cm dan sering untuk rumput di ladang penggembalaan karena memiliki kekuatan terhadap injakan. Rumput ini berasal daroi daerah tropis dan subtropis di kawasan Afrika. Karena kesamaan iklim dengan indonesia (tropis) maka rumput ini dapat berkembang dengan baik di indonesia. Rumput brachiara decumbens ini dapat tumbuh subur di dataran rendah sampai tinggi. Karena sifat yang adaktif, rumput brachiaria descumben ini sangat mudah tumbuh di tanah tanah yang kering dan tandus. Sebenarnya rumput ini sudah banyak hidup liar di daerah indonesia dan tersebar di berbagai tempat seperti lapangan, selokan, rumah-rumah tua, perkebunan, dll.
Ciri-Ciri Rumput Brachiaria Descumben

Ciri-ciri rumput ini adalah tumbuh tegak dengan ukuran tinggi dewasa adalah 20-25 cm, seperti yang dipaparkan oleh jayadi yang saya petik dari Lokakarya nasional Tanaman Pakan ternak, yaitu, Karakteristik dari tumbuhan yang termasuk golongan Brachiaria Sp. Adalah Tumbuhnya semi tegak sampai tegak (prostate/semierect-erect), merupakan rumput yang berumur panjang, tumbuh membentuk hamparan lebat, tinggi hamparan dapat mencapai 30 – 45 cm dan tangkai yang sedang berbunga dapat mencapi tinggi 1m (JAYADI, 1991) . Rumput ini memiliki daun yang kecil memanjang dan batang yang keras saat dewasa. Brachiaria Descumben biasa tumbuh menggerombol sehingga menutupi tanah. Rumput ini biasa berkembang biak dengan Stolon, yaitu batang yang tumbuh vertikal (menjalar di tanah) dan kemudian akan tumbuh akar di ruas-ruas batang tersebut yang selanjutnya akan menjadi individu tanaman baru, oleh karena itu perkembang biakannya tergolong cepat. Dan sama dengan keluarganya yaitu Brachiaria Sp. Brachiaria Descumben ini Memiliki rhizoma yang pendek dan tinggi batang sekitar 30-200 cm. Bentuk daun linear biasanya berukuran 10-100 cm x 3-20 mm, berambut atau berbulu dan berwarna hijau gelap. Infloresence (bunga) terdiri dari 2-16 tandan (racemes) dengan panjang 4-20 cm, spikelet dalam satu baris; luas rachis 1 mm, berwarna ungu, spikelet berbentuk elips panjang 4-6 mm, berbulu atau berbulu pada ujungnya, panjang glume sepertiga dari panjang spikelet (SCHULTZE-KRAFT, 1992). Dan perlu di ingat bahwa rumput Brachiaria tidak tahan dengan genangan air, namun tahan terhadap kekeringan.

Perkembang Biakan Rumput Brachiaria Decumbens

Perkembang biakan rumput brachiaria decumben terdapat dua cara, yang pertama adalah melalui bijinya dan yang kedua melalui stalon yang sudah saya terangkan di atas.

Media Tanam Untuk Brachiaria Decumbens
Media tanam yang cocok untuk rumput ini adalah tanah dengan ph normal yaitu sekitar 6-7. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh kismono dkk, yaitu, Rumput bede dapat tumbuh baik pada ketinggian 0-1200 m (dataran rendah sampai dataran tinggi) dengan curah hujan 762-1500 mm/tahun, kemasaman tanah (pH) 6-7 (Kismono dan Susetyo, 1977).
Kandungan Nutrisi Rumput Brachiaria Decumbens
Kandungan nutrisi rumput ini tergolong sedang, lebih rendah dari rumput gajah, rumput odot, ataupun rumput raja. Namun lebih tinggi dari rumpu-rumput yang tergolong Brachiaria karena Brachiaria Decendens merupakan rumput yang di unggulkan di kelompoknya. Kandungan nutrisi rumput ini terdiri dari protein, serat kasar, dll. Dari berbagai penelitian oleh Litbangtan terdapat banyak sekali angka berapa protein rumput ini, seperti contoh dalam penelitian oleh Siregar dan Djajanegara (1972) dihasilkan Kandungan protein kasar dan serat kasar pada berbagai taraf pemotongan dilaporkan oleh adalah, 13,8% dan 29,69% pada pemotongan 20 hari, 8,86% dan 30,63% pada pemotongan 30 hari, 6,24 dan 33,27 pada pemotongan 45 hari serta 5,90 dan 34,1 pada pemotongan 60 hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa protein kasar pada Brachiaria akan cenderung menurun dan serat kasar akan meningkat sesuai dengan bertambahnya umur potong rumput (http://peternakan.litbang.deptan.go.id/). Dan dalam penelitian J. Sirait, N.D. Purwantari Dan K. Simanihuruk (2005), menyatakan bahwa perlakuan pemupukan dapat mempengaruhi tingkat protein (nutrisi) pada rumput, semakin tinggi pemupukan akan semakin tinggi juga nutrisi yang terkandang dalam rumput tersebut, dan dalam penelitian tersebut di simpulkan bahwa pemupukan yang tepat adalah dengan dosis 200 kg N/ha. 

Tabel Kandungan Nutrisi Rumput Signal
Nama
PK
SK
LK
BETN
Abu
Ca
P
Rumput Signal
8,3
38,3
1,2
41,6
10,6
0,40
0,13
Pemanenan atau Pemotongan rumput Brachiaria Decumbens
Rumput ini memiliki produktifitas hingga 100-200ton/Ha/tahun, angka ini masih jauh di bawah rumput gajah yang dapat mencapai 300-400 ton/ha/tahun. Namun karena jenis rumput ini adalah rumput penggembalaan bukan rumput potong (walaupun ada juga peternak yang menjadikan rumput ini rumput potong).
Pemotongan atau penggembalaan pertama dapat dilakukan setelah tanaman rumput bede berumur 2 bulan bila keadaan memungkinkan (cukup hujan) dengan tujuan untuk meratakan dan merangsang pertumbuhan akar tanaman. Pemotongan/penggembalaan berikutnya dilakukan setiap 5-6 minggu (40 hari) pada musim hujan, sedangkan musim kemarau diperpanjang sampai 8 minggu (60 hari). Tinggi potong rumput bede biasanya 5-15 cm dari permukaan tanah pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau biasanya lebih dari 15 cm dari permukaan tanah.

Itulah diskripsi singkat tentang rumput penggembalaan yaitu rumput Brachiaria Decumbens atau sering masyarakat menyebut rumput penggembala sapi ini dengan rumput BEDE. Untuk cara-cara budidaya, cara pemanenan atau pemotongan, perhitungan untuk kebutuhan rumput ini dengan jumlah ternak dan kebutuhan ternak serta kebutuhan lahan, bisa kita bahas lain kali ya.
Sekian terima kasih
Sumber:
Akk. 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja Dan Perah . Penerbit Kanisius.
Kismono, I. Dan S. Susetyo. 1977. Pengenalan Jenis Hijaun Tropika Penting. Produksi Hijauan Makanan Ternak Untuk Sapi Perah . Bplpp. Lembang, Bandung. 1977.
Siregar, M.E Dan A. Djajanegara. 1974. Pengaruh Tingkat Pemupukan Zwavelzuur Kalium (Zk) Terhadap Produksi Segar 5 Jenis Rumput. Buletin L.P.P. Bogor No 12, 1-8
Siregar, M.E. 1987. Produktivitas Dan Kemampuan Menahan Erosi Species Rumput Dan Leguminosa Terpilih Sebagai Pakan Ternak Yang Ditanam Pada Tampingan Teras Bangku Di Das Citanduy, Ciamis.


Brachiaria Sp.
Belajar soal peternakan tak akan luput akan mempelajari pakan ternak, kali ini saya akan membahas soal pakan hijauan ternak untuk ruminansia, terkhususnya ruminan besar, sapi, kuda, dll. Bermula dengan rasa ingin tau soal peternakan yang menggunakan sistem pemeliharaan “penggembalaan” saya sangat tertarik dengan managemen pakannya. Dan setelah saya browsing kesana-kesini dapat jawaban bagaimana sih peternakan sapi yang di gembalakan di kasih makan. Dan berikut contoh model penggembalaan sapi perah di Swiss, yang ada di salah satu desa, untuk lebih jauhnya kalian bisa lihat di video ini https://www.youtube.com/watch?v=Mr-4j1iNlSE . bang syarif ini adalah traveler yang kebetulan lagi liburan, dan bang syarif ini buat vlog soal peternakan. Walaupun tidak membahas rumput ternak, minimal kalian tahu lah bagaimana keadaan peternakan penggembalaan sapi perah.
Tapi jangan iri dulu sama negara tetangga, karena sebetulnya kita punya banyak ladang penggembalaan yang keren-keren juga, beberapa ada di NTT, NTB, Sumbawa, Sulawesi tengah, dan yang paling terkenal adalah padang penggembalaan Mengatas yang ada di Padang dan dijuluki Newzealand nya Indonesia. Nih contohnya


            Nah sekarang kalo kalian pengen tau atau bahkan pengen punya ladang penggembalaan untuk ternak kalian yang harus kalian tahu adalah jenis rumput apa yang cocok di tanam di ladang penggembalaan ? sebelum kalian tahu tentang jenis-jenisnya kalian juga harus tahu tentang syarat untuk menjadi rumput jenis penggembalaan
            Syarat atau ciri-ciri rumput yang cocok untuk ladang penggembalaan adalah
1. tahan terhadap injakan
2. memiliki akar yang kuat, sehingga saat di makan rumput tidak akan tercabut
3. tahan terhadap tarikan dan koyakan dari sapi saat memakannya
4. mudah berkembang biak dan juga responsif terhadap pupuk
Itu adalah 4 syarat untuk menjadi rumput jenis penggembalaan, dapat di lihat klo memang berbeda antara rumput gembala dengan rumput yang untuk kita potong (rumput potong) dalam rumput potong kita tekankan kecpatan tumbuhnya sehingga masa panen memendek, sedangkan di rumput gembala lebih menekankan soal kekuatan karena ruput gembala akan sering di injak, di buat lari-lari sama si sapi, bahkan sering sapi akan berbaring yang secara otomatis rumput akan rusak, namun untuk rumput gembala ini di harapkan tangguh menghadapi keadaan tersebut.
Setelah mempelajari syarat-syaratnya kita beranjak ke jenis-jenisnya, terdapat banyak jenis rumput gembala yang ada dan sering di tanam, bahkan ada peternak yang menggunakan Rumput Gajah mini sebagai rumput gembalaannya, namun di indonesia rata-rata jenis rumput gembalanya adalah dari genus Brachiaria Sp. Hal ini karena karakteristiknya memang pas dan cocok sekali untuk iklim dan keadaan tanah di indonesia, seperti dipaparkan Balitbang Bogor berikut, “Brachiaria adalah salah satu rumput unggul introduksi yang telah beradaptasi dan dikenal oleh peternak di Indonesia. Rumput ini bisa tumbuh di hampir sebagian besar Indonesia, karena sesuai dengan iklim di Indonesia yang tropis dan toleran terhadap berbagai jenis tanah, termasuk tanah asam. Tumbuhnya semi tegak membentuk hamparan dengan ketinggian sekitar 45 cm. Budidayanya bisa menggunakan biji atau pols, dan bisa dipanen pada umur 3-5 bulan setelah biji disebar. Brachiaria mengandung nilai nutrisi yang baik, dicirikan dengan nilai palatabilitas dan protein yang tinggi. Selain sebagai pakan ternak, rumput ini juga biasa dimanfaatkan sebagai tanaman penutup di perkebunan atau untuk reklamasi dan konservasi pada lahan marjinal. (Balitnak Bogor)”
Rumput Brachiaria adalah salah satu rumput gembala yang memiliki produksi lebih
baik jika dibandingkan dengan rumput lapangan, memiliki nilai nutrisi yang tinggi, lebih tahan pada musim kemarau dan cocok untuk daerah tropis. Rumput ini berasal dari daerah Afrika (Uganda, Kenya, Tanzania) menyebar ke berbagai daerah termasuk ke daerah Asia dan pasifik. Dan mulai di introduksikan ke Indonesia tahun 1958 (SIREGAR dan DJAJANEGARA, 1971) seiring dengan penelitian breeding dan penemuan ciltivar-cultivar baru rumput Brachiaria.

Jenis rumput Brachiaria sangatlah banyak karena di era sekarang banyak sekali brachiaria yang di silangkan demi mendapatkan jenis baru yang lebih unggul, untuk saat ini jenis brachiaria yang saya ketahua adalah Brachiaria brizantha (A.Rich.) Stapf, Brachiaria decumbens, Brachiaria humidicola, Brachiaria ruziziensis, Brachiaria dictyoneura, Brachiaria distachya. Dan di indonesia yang sering di gunakan dalah Brachiaria decumbens karena memang tingginya protein yang ruput tersebut punyai dan juga pertumbuhannya yang bagus di iklim indonesia.

Karena di artikel ini hanya akan saya bahas tentang Brachiaria Sp secara umum, belum masuk ke dalam karakteristik, budidaya, dan lain-lainnya, maka mungkin itu adalah informasi umum yang bisa saya sampaikan, untuk kalian yang pengen tahu soal karakteristik dan cara budidayanya, jenis jenis braciaria, kalian bisa tunggu postingan berikutnya hehehehe.

Dan sebagai referensi saja kalian bisa download PDF dari Balitnak Bogor tentang karakteristik dan juga budayanya di sini http://balitnak.litbang.pertanian.go.id/index.php/publikasi/category/29-3?download=507%3A3&start=20 di situ dijelaskan kandungan nutrisi bahkan lama penanaman dan produksi perhektare, untuk kalian masih bingung dengan tabel-tabel di PDF tersebut, nanti akan saya bahas satu persatu karena tidak saya masukan ke postingan ini, ya saya berniat untuk membuat banyak postingan seperti ini hehehe

Tuesday, 5 March 2019

A call-to-action text Contact us