:::: MENU ::::
  • Berbagi Ilmu Peternakan

  • Peternak Muda

  • Bangga Menjadi Peternak

Monday, 27 November 2017



KERJA SAMA VENDOR UNTUK PEMASARAN
PRODUK AYAM POTONG



























A.    Rencana Kerjasama
Perusahaan ayam sejahtera adalah perusahaan yang bergerak di bidang ayam potong. Perusahaan ini memiliki keahlian khusus dalam menghasilkan produk ayam potong karkas. Hal ini membuat perusahaan ini harus mencari mitra kerja yang dapat memanfaatkan jasa di perusahaan ini. Oleh karena perusaan ini mencari mitra yang bergerak dalam bidang pengolahan makanan dengan bahan baku ayam potong.
Dalam usaha pengembangannya, perusahaan ini menginginkan kerja sama yang saling menguntungkan dan dapat berjalan secara continue. Perusahaan yang di incar adalah perusahaan Rumah Makan Ayam Goreng Bu Tatik. Hal ini diharapkan perusahaan tersebut memanfaatkan jasa Ayam Sejahtera untuk menyuplay barang berupa ayam karkas sesuai keinginan Rumah Makan.
B.     Jenis Kerjasama
Jenis kerja sama yang kami gunakan adalah kerja sama model vendor. Bentuk kerja sama vendor adalah pola kemitraan antara perusahaan menengah dan besar dengan kelompok usaha mikro. Dalam melaksanakan hubungan kemitraan model vendor, usaha menengah atau besar menggunakan hasil produksi yang merupakan bidang keahlian usaha kecil untuk melengkapi produk yang di hasilkan usaha menengah atau besar. Pelaksanaan atau mekanisme pola kemitraan vendor adalah dengan cara usaha menengah atau besar memesan produk yang di perlukan sesuai dengan ukuran, bentuk, mutu, dan kualitas barang yang telah di kuasai kelompok usaha mikro.
Dalam hal ini perusahaan Ayam Sejahtera dianggap sebagai usaha mikro yang mensuplay ayam karkas Rumah Makan Ayam Goreng Bu Tatik sebagai perusaan besar yang membutuhkan jasa perusahaan Ayam Sejahtera untuk memenuhi kebutuhannya akan ayam potong yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
C.    Langkah Langkah Kerjasama
1.      Identifikasi atau Pemetaan Objek Mitra
Fasilitator perlu melakukan identifikasi atau memetakan pelaku utama dan pelaku usaha serta lembaga atau organisasi yang sekiranya bisa diajak bermitra baik di wilayah kerjanya maupun wilayah yang lebih luas. Identifikasi didasarkan pada karakteristik dan kebutuhan bermitra. Pemetaan dilakukan secara berhadap mulai dariscope yang lebih kecil kepada scope yang lebih besar.
Dalam hal ini perusahaan kami melakukan identfikasi siapa yang membutuhkan dan dapat memanfaatkan jasa kami secara jumlah yang besar. Dan rumah Makan Bu Tatik merupakan perusahaan besar yang memerlukan input yang besar pula. Oleh karena itu kerja sama ini akan dinilai menguntukan perusaan kami
2.      Menggali Informasi
Langkah selanjutnya setelah melakukan identifikasi dan pemetaan kebutuhan adalah menggali informasi tentang tujuan organisasi, ruang lingkup pekerjaan atau bidang garapan, visi misi dan sebagainya. Informasi-informasi tersebut berguna untuk menjajagi kemungkinan membangun jaringan kemitraan. Pengumpulan informasi dapat dilakukan dengan pendekatan personal, informal dan formal. Pendekatan personal lebih menekankan pada pendekatan secara pribadi/intim tanpa memperhatikan sisi-sisi kelembagaan formal. Pendekatan personal dapat dilakukan dengan mendatangi rumahnya dengan tujuan untuk ngobrol tentang informasi yang ingin didapatkan. Pendekatan informal dilakukan dengan memanfaatkan hubungan baik yang sudah terjalin. Pendekatan formal dilakukan dengan memanfaatkan posisi atau peran seseorang dalam sebuah lembaga. Dalam beberapa kasus, pendekatan personal dan informal akan lebih efektif bila dibandingkan dengan pendekatan formal.
3.      Menganalisis Informasi
Berdasarkan data dan informasi yang terkumpul selanjutnya dianalisis dan menetapkan mana pihak-pihak yang relevan dengan permasalahan dan kebutuhan yang diperlukan utuk dihadapi.
4.      Penjajagan Kerjasama
Dari hasil analisi data dan informasi, perlu dilakukan penjajagan lebih mendalam dan intensif dengan pihak-pihak yang memungkinkan diajak kerjasama. Penjajagan dapat dilakukan dengan cara melakukan audensi atau presentasi tentang program menabung pohon
5.      Penyusunan Rencana Kerja
Apabila beberapa pihak telah sepakat untuk bekerja sama, maka langkah selanjutnya adalah penyusunan rencana kerja sama. Dalam perencanaannya harus melibatkan pihak-pihak yang akan bermitra sehingga semua aspirasi dan kepentingan setiap pihak dapat terwakili.
6.      Membuat Kesepakatan
Para pihak yang ingin bermitra perlu untuk merumuskan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak pada kegiatan yang akan dilakukan bersama yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU).
7.      Penandatanganan Akad Kerjasama (MoU)
Nota Kesepakatan yang sudah dirumuskan selanjutnya ditandatangani oleh pihak-pihak yang bermitra.
8.      Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan merupakan tahapan implementasi dari rencana kerjasama yang sudah disusun bersama dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tanggungjawab dan peran masing-masing pihak yang bermitra.
9.      Monitoring dan Evaluasi
Selama pelaksanaan program menabung pohon perlu dilakukan monitoring dan evaluasi. Tujuan monitoring adalah memantau perkembangan pelaksanaan kegiatan sehingga dapat dicegah terjadinya penyimpangan (deviasi) dari tujuan yang ingin dicapai. Selain itu juga segala permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan dapat dicarikan solusinya. Hasil monitoring dapat dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi. Perlu dilakukan evaluasi bersama antar pihak yang bermitra untuk mengetahui kegiatan yang belum berjalan sesuairencana dan mana yang sudah, tujuan mana yang sudah tercapai dan mana yang belum, masalah atau kelemahan apa yang menghambat pencapaian tujuan dan penyebabnya.
10.  Perbaikan
Hasil evaluasi oleh pihak-pihak yang bermitra akan dipakai sebagai dasar dalam melakukan perbaikan dan pengambilan keputusanselanjutnya apakah kerjasama akan dilanjutkan pada tahun berikutnya atau tidak.

11.  Rencana Tindak Lanjut
Apabila pihak-pihak yang bermitra memandang penting untuk melanjutkan kerjasama, maka mereka perlu merencanakan kembali kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya. Dalam Perencanaan selanjutnya perlu mempertimbangkan hasil evaluasi dan refleksi sebelumya. Disamping itu, mungkin dipandang perlu untuk memperpanjang akad kerjasama dengan atau tanpa perubahan nota kesepakatan.
12.  Pola Kemitraan
Pihak mana saja yang berpotensi menjadi mitra fasilitator menabung pohon dan bagaimana pola kemitraan serta pesan masing-masing mitra dapat dituangkan dalam perjanjian kerja. Pola kemitraan yang sudah berjalan perlu disempurnakan dengan melibatkan pihak – pihak yang bermitra. Tujuannya adalah untuk menemukan pola kemitraan yang lebih tepat dimana pihak-pihak yang bermitra dapatmemainkan perannya masing-masing dengan lebih baik.


Tuesday, 17 January 2017


A.   Evolusi  Pertanian Menuju  Agribisnis

·        Pada awal pemenuhan kebutuhannya, manusia hanya mengambil dari alam sekitar tanpa kegiatan budidaya (farming), dengan demikian belum memerlukan sarana produksi pertanian.

·        Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia, alam tidak dapat menyediakan semua kebutuhan itu sehingga manusia mulai membudidayakan (farming) secara ekstensif

·        Pada tahap ini kegiatan budidaya mulai menggunakan sarana produksi, dilakukan dalarn pertanian itu sendiri (on farm) dan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri (home consumption).

·        Tahap selanjutnya, ditandai dengan adanya spesialisasi dalam kegiatan budidaya sebagai akibat pengaruh perkembangan diluar sektor pertanian dan adanya perbedaan potensi sumberdaya alam (natural endowment)

·        Pada tahap ini, selain dikonsumsi sendiri, hasil-hasil pertanian mulai dipasarkan dan diolah secara sederhana sebelum dijual.

·        Perkembangan sektor pertanian selanjutnya dipacu oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat di sektor industri (kimia dan mekanik) dan transportasi.

·        Pertanian menjadi semakin maju dan kompleks dengan ciri produktivitas per hektar yang semakin tinggi berkat penggunaan sarana produksi.

·        Melalui proses pengolahan, produk-produk pertanian menjadi lebih beragam penggunaan dan pemasarannyapun menjadi lebih mudah (storable and transportable) sehingga dapat diekspor.

·        Spesialisasi fungsional dalam kegiatan pertanian seperti yang telah dikemukakan diatas meliputi seluruh kegiatan usaha yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pertanian dan keseluruhannya disebut sistem "Agribisnis'.

B.   PENGERTIAN AGRIBISNIS

·        Menurut asal muasalnya kata Agribisnis berangkat dari kata  Agribusiness, dimana Agri=Agriculture  artinya pertanian dan  Business berarti usaha atau kegiatan yang berorientasi profit.  Jadi secara sederhana  Agribisnis (agribusiness) adalah usaha atau kegiatan pertanian serta apapun yang terkait dengan pertanian  berorientasi profit.

·        Volume atau kegunaan benda berkurang setelah digunakan

·        Digunakan untuk memenuhi kebutuhan secara langsung bukan untuk menambah kegiatan (produksi)

·        Arsyad,dkk.menyatakan Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas adalah kegitan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatn pertanian

·        E. Paul Roy  memandang agribisnis sebagai suatu proses koordinasi berbagai sub-sistem. Koordinasi merupakan fungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sub-sistem menjadi sebuah sistem. 

·        Wibowo mengartikan  agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain

·        Pengertian Agribisnis menurut Cramer and Jensen  Agribisnis adalah suatu kegiatan yang sangat kompleks, meliputi industri pertanian, industri pemasaran hasil pertanian dan hasil olahan produk pertanian, industri manufaktur dan distribusi bagi bahan pangan dan serat-seratan kepada pengguna/konsumen

·        Pengertian Agribisnis menurut Austin: Agribisnis adalah kesatuan kegiatan usaha yang meliputi kegiatan usahatani, pengolahan bahan makanan, usaha sarana dan prasarana produksi pertanian, transportasi, perdagangan, kestabilan pangan dan kegiatan-kegiatan lainnya termasuk distribusi bahan pangan dan serat-seratan kepada konsumen

·        Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran

·        Dengan definisi ini dapat diturunkan ruang lingkup agribisnis yang mencakup semua kegiatan pertanian yang dimulai dengan pengadaan penyaluran sarana produksi (the manufacture and distribution of farm supplies), produksi usaha tani     (Production on the farm) dan pemasaran  (marketing) produk usaha tani ataupun olahannya.

·        Ketiga kegiatan ini mempunyai hubungan yang erat, sehingga gangguan pada salah satu kegiatan akan berpengaruh terhadap kelancaran seluruh kegiatan dalam bisnis.

·        Karenanya agribisnis digambarkan sebagai satu sistem yang terdiri dari tiga subsistem, serta tambahan satu subsistem lembaga penunjang

 

 

 

 

C.   SUBSISTEM AGRIBISNIS

Secara konsepsional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktifitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang saling terkait satu sama lain. Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yaitu:

1.     Subsistem Agribisnis/Agroindustri Hulu

·        Meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara lain terdiri dari benih, bibit, makanan ternak, pupuk , obat pemberantas hama dan penyakit, lembaga kredit, bahan bakar, alat-alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian. Pelaku-pelaku kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi adalah perorangan, perusahaan swasta, pemerintah, koperasi. 

·        Betapa pentingnya subsistem ini mengingat perlunya keterpaduan dari berbagai unsur itu guna mewujudkan sukses agribisnis. Industri yang meyediakan sarana produksi pertanian disebut juga sebagai agroindustri hulu (upstream).

2.     Subsistem budidaya / usahatani

·        Usaha tani menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan, hasil perkebunan, buah-buahan, bunga dan tanaman hias, hasil ternak, hewan dan ikan. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari petani, peternak, pengusaha tambak, pengusaha tanaman hias dan lain-lain

3.     Subsistem  Agribisnis/agroindustri  Hilir meliputi Pengolahan dan Pemasaran (Tata niaga) produk pertanian dan olahannya

·        Dalam subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi.

·        Sebagian dari produk yang dihasilkan dari usaha tani didistribusikan langsung ke konsumen didalam atau di luar negeri. Sebagian lainnya mengalami proses pengolahan lebih dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini ialah pengumpul produk,  pengolah, pedagang, penyalur  ke konsumen, pengalengan dan lain-lain..

·        Industri yang mengolah produk usahatani disebut agroindustri hilir (downstream). dari petani, peternak, pengusaha tambak, pengusaha tanaman hias dan lain-lain.

·        Peranannya amat penting bila ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda perekonomian di pedesaan, dengan cara menyerap/mencipakan lapangan kerja.

4.     Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan)

§  Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) atau supporting institution adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir.

·        Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan ini adalah penyuluh, konsultan, keuangan, dan penelitian.

·        Lembaga penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi yang dibutuhkan oleh petani dan pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian, dan manajemen pertanian.

·        Lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura, dan asuransi yang memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan penanggungan risiko usaha

·        Lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil penelitian dan pengembangan.

 

 

 

 

 

 

D.   MANAJEMEN AGRIBISNIS

·        Dalam hal pengelolaan sub sistem agribisnis diatas memerlukan penanganan/manajerial. Maka  kekhususan manajemen agribisnis antara lain dapat dinyatakan sebagaimana berikut :

1.     Keanekaragaman jenis bisnis yang sangat besar pada sektor agribisnis yaitu dari para produsen dasar sampai para pengirim, perantara, pedagang borongan, pemproses, pengepak, pembuat barang, usaha pergudangan, pengangkutan, lembaga keuangan, pengecer, kongsi bahan pangan, restoran dan lainnya

2.     Besarnya jumlah agribisnis, secara kasar berjuta-juta bisnis yang berbeda telah lazim menangani aliran dari produsen sampai ke pengecer.

3.     Cara pembentukan agribisnis dasar di sekeliling pengusaha tani. Para pengusaha tani ini menghasilkan beratus-ratus macam bahan pangan dan sandang (serat).

4.     Keanekaragaman yang tidak menentu dalam hal ukuran agribisnis, dari perusahaan raksasa sampai pada organisasi yang di kelola oleh satu orang

5.     Agribisnis yang berukuran kecil dan harus bersaing di pasar yang relative  bebas dengan penjual yang berjumlah banyak dan pembeli yang lebih sedikit.

6.     Falsafah hidup tradisional yang dianut oleh para pekerja agribisnis cenderung membuat agribisnis lebih berpandangan konservatif dibanding bisnis lainnya.

7.     Kenyataan bahwa agribisnis cenderung berorientasi pada masyarakat, banyak di antaranya terdapat dikota kecil dan pedesaan, dimana hubungan antar perorangan penting dan ikatan bersifat jangka panjang.

8.     Kenyataan bahwa agribisnis yang sudah menjadi industri raksasa sekali pun sangat bersifat musiman.

9.     Agribisnis bertalian dengan gejala alam.

10.                        Dampak dari program dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada agribisnis. Misalnya harga gabah sangat dipengaruhi oleh peraturan pemerintah

E.    KAITAN-KAITAN & RUANG LINGKUP AGRIBISNIS

·        Apabila subsistem usahatani dikembangkan, akan membentuk sebuah sistem agribisnis. Dimana subsistem usahatani mempunyai keterkaitan erat ke belakang (backward linkage) berupa peningkatan kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, dan kaitan ke depan (forward linkage) peningkatan kegiatan pasca panen (pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan olahannya).

·        Jika subsistem usahatani  digambarkan sebagai proses menghasilkan produk-produk pertanian di tingkat primer (biji, buah, daun, telur, susu, produk perikanan, dan lain-lain), maka kaitannya dengan industri berlangsung ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward linkage).

·        Kaitan ke belakang berlangsung karena usahatani memerlukan input seperti bibit dan benih berkualitas, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat dan mesin pertanian, modal, teknologi, serta manajemen. Sedangkan keterkaitan erat ke depan dapat diartikan bahwa suatu industri muncul karena mempergunakan hasil produksi budidaya/usahatani

·        Kaitan ke depan berlangsung karena produk pertanian mempunyai berbagai karakteristik yang berbeda dengan produk industri, antara lain misalnya: musiman, tergantung pada cuaca, membutuhkan ruangan yang besar untuk menyimpannya (Bulky / voluminous), tidak tahan lama/mudah rusak (perishable), harga fluktuatif,

·        serta adanya kebutuhan dan tuntutan konsumen yang tidak hanya membeli produknya saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut produk) bila pendapatan meningkat. Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga agroindustri Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down stream).

·        Kaitan-kaitan ini mengundang para pelaku agribisnis untuk melakukan kegiatannya dengan berpedoman pada “4-Tepat” (yaitu: tepat waktu, tempat, kualitas, dan kuantitas), atau dengan istilah lain yaitu “3 Tas” (yaitu: kualitas, kuantitas, dan kontinuitas). Kehadiran dan peranan lembaga-lembaga penunjang sangat dibutuhkan dalam hal ini.

 

F.    PERAN AGRIBISNIS DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

·        Undang-Undang (UU) No. 17 tahun 2007 tentang RPJPN tahun 2005-2025, menyatakan bahwa visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 adalah: Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui delapan misi yang mencakup:

1.     mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila,

2.     mewujudkan bangsa yang berdaya saing,

3.     mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum,

4.     mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu,

5.     mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan

6.     mewujudkan Indonesia asri dan lestari,

7.     mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, dan

8.     mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.

·        Pelaksanaan pembangunan  sistem agribisnis dirancang dengan melibatkan lembaga ekonomi dan lembaga penunjang lain seperti lembaga ekonomi masyarakat. Lembaga ekonomi masyarakat ini kemudian akan menunjang subsistem agribisnis, kegiatan usaha tani, penyedia informasi, layanan jasa, serta penerapan teknologi pertanian.

·        Penguatan ekonomi rakyat secara nyata, diperlukan syarat kecukupan berupa pengembangan organisasi bisnis  yang dapat merebut nilai tambah yang tercipta pada setiap mata rantai ekonomi dalam kegiatan agribisnis. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam perekonomian Indonesia, agribisnis berperan penting sehingga mempunyai nilai strategis. Peran strategis agribisnis itu adalah sebagai berikut:

1.     Sektor agribisnis merupakan penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya,

2.     Peranan agribisnis dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Sampai saat ini non-migas menyumbang sekitar 90 persen PDB, dalam penyerapan tenaga kerja.

3.     Peranan agribisnis dalam perolehan devisa. Selama ini selain ekspor migas, hanya agribisnis yang mampu memberikan net-ekspor secara konsisten. Ketersediaan berbagai ragam dan kualitas pangan dalam jumlah pada waktu dan tempat yang terjangkau masyarakat merupakan prasyarat penting bagi keberhasilan pembangunan di Indonesia.

4.     Peranan agribisnis dalam mewujudkan pemerataan hasil pembangunan (equity). Pemerataan pembangunan sangat ditentukan oleh ‘teknologi’ yang digunakan dalam menghasilkan output nasional, yaitu apakah bias atau pro terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh rakyat banyak.

5.     Peranan agribisnis dalam pelestarian lingkungan. Kegiatan agribisnis yang berlandaskan pada pendayagunaan keanekaragaman ekosistem di seluruh tanah air memiliki potensi melestarikan lingkungan hidup.

6.     Agribisnis memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi. Keterkaitan antara sektor agribisnis dengan sektor lain dapat dilihat dari keterkaitan produksi, keterkaitan konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal. Berdasarkan sifat keterkaitan maka dikenal keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage)

 
Sumber
          Departemen Pertanian. 2001. Pembangunan Sistem agribisnis Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional. Edisi Pertama. Jakarta.
          Downey, W.D., dan S.P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Ed. Ke-2, Cet. Ke-3. R. Ganda.S. dan A. Sirait, Penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Agribusiness Management
          Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara.
          Gumbira-Sa’id, E. dan A. Haritz Intan. 2004. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia.


 

 

 
A call-to-action text Contact us